Kajian Kitabun Nikah yang diambil dari Kitab Bulughul
Maram min Adillatil Ahkam, Karya Imam Ibnu Hajar Al’Asqalani semoga Allah
merahmatinya : Kitab yang membahas seputar masalah Pernikahan sesuai syari’at
islam ; Tema : Mengenal kedudukan wali dalam sebuah pernikahan : Apakah Sah
Wanita Menikah tanpa ijin Wali ?.
|
@vidiokajiandakwahislampuribosspulsa/0010/klik.
|
Dalil hadits
tentang Mengenal kedudukan wali dalam sebuah pernikahan : Apakah Sah Wanita Menikah
tanpa ijin Wali adalah sebagai berikut :
|
[1009]- وعن أبي بردة بن أبي موسى عن أبيه رضي الله
تعالى عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا نكاح إلا بولي ؛ رواه
أحمد والأربعة وصححه ابن المديني والترمذي وابن حبان وأعل بالإرسال <*>.
<*>===. رواه شعبة
والثوري عن أبي إسحاق السبيعي عن أبي بردة عن النبي صلى الله عليه وسلم مرسلا
ورواه إسرائيل وغيره موصولا ؛ قال ابن القيم في تهذيب السنن : قال ابن المديني
حديث إسرائيل صحيح ؛ وسئل عنه البخاري فقال : الزيادة من الثقة مقبولة وإسرائيل
ثقة فإن كان شعبة والثوري أرسلاه فإن ذلك لا يضر الحديث ثم ذكر صحته من عدة
الوجوه.
dan dari abu burdah bin abi musa dari ayahnya semoga
Allah ta’ala meridhoi mereka berdua, dia berkata : rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda : Tidak sah nikah kecuali dengan wali ; hadits ini
diriwayatkan oleh ahmad dan imam yang empat dan dishahihkan oleh ibnul madini,
tirmidzi dan ibnul hibban dan ditetapkan ada cacat pada hadits ini karena
mursal.
<*>.=== hadits ini diriwayatkan
oleh syu’bah dan atstsauri dari abu ishaq assabi’i dari abu burdah dari nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam secara mursal (gugur sahabatnya) dan hadits ini
diriwayatkan oleh israil dan selainnya secara mausal (bersambung sanadnya) ;
berkata ibnul madini : haditsnya israil adalah shahih ; dan albukhori ditanya
tentangnya, yaitu israil maka dia
berkata : tambahan dari perawi yang terpercaya itu diterima dan israil adalah
orang yang terpercaya maka meskipun syu’bah dan atstsauri memursalkan hadits
ini maka sesungguhnya hal itu tidak membahayakan hadits ini kemudian dia
menyebutkan keshahihannya dari beberapa sisi.
[1010]- وروى الإمام أحمد عن الحسن عن عمران بن الحصين
مرفوعا : لا نكاح إلا بولي وشاهدين.
dan imam Ahmad telah meriwayatkan dari alhasan dari
‘imran bin husain secara marfu’ (disandarkan kepada nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam) : tidak ada pernikahan kecuali dengan wali dan dua orang saksi.
[1011]- وعن عائشة قالت : قال رسول الله عليه وسلم : أيما
امرأة نكحت بغير إذن وليها فنكاحها باطل فإن دخل بها فلها المهر بما استحل من
فرجها فإن اشتجروا فالسلطان ولي من لا ولي له ؛ أخرجه الأربعة إلا النسائي وصححه
أبو عوانة وابن حبان والحاكم <**>.
<**>.=== قال
الترمذي : والعمل في هذا الباب على حديث : لا نكاح إلا بولي ؛ عند أهل العلم من
أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم وهكذا روي عن فقهاء التابعين أه ؛ وحكى ابن المنذر
أنه لا يعرف عن أحد من الصحابة خلاف ذلك.
dan dari ‘aisyah, dia berkata : bersabda rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam : Siapa saja dari wanita yang menikah tanpa izin
dari walinya maka pernikahannya batil maka jika suami (yang menikah tanpa izin
walinya) menggaulinya (wanita tersebut) maka wanita itu berhak mendapatkan
mahar karena apa yang menghalalkan kehormatannya maka jika mereka (para wali)
berselisih maka penguasa atau hakim itu adalah wali bagi orang yang tidak
memiliki wali ; hadits ini dikeluarkan oleh imam yang empat kecuali annasai dan
hadits ini dishahihkan oleh abu ‘awanah dan ibnu hibban dan alhakim.
<**>.=== Berkata attirmidzi : dan beramal pada bab
ini berdasarkan hadits : Tidak ada pernikahan kecuali dengan wali ; menurut
para ulama dari sahabat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan demikian
diriwayatkan dari ahli fiqh para tabi’in ; dan ibnu mundzir mengkisahkan bahwa
tidak diketahui dari seorangpun dari sahabat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang menyelisihi hal itu.
KEDUDUKAN DAN DERAJAT HADITS INI :
Kedudukan hadits 1009 adalah hadits shohih dan hadits
1010 adalah hadits shahih shahih dengan pendukung-pendukungnya dan hadits 1011
adalah hadits hasan shahih ; ketiga hadits ini menjelaskan tentang masalah
kewalian dalam pernikahan.
FAEDAH HADITS INI :
Pertama : Wali dalam pernikahan adalah syarat sah nikah
maka pernikahan tidak sah kecuali dengan wali yang mengurusi akad nikah, ini
pendapat madhab imam yang tiga dan jumhur ulama ; ini berlaku baik untuk
pernikahan bagi gadis atau janda ; dalilnya surat albaqarah ayat 232 : Jangan
kalian menghalangi mereka para wanita untuk menikah dengan suami-suami mereka ;
sababul nuzul ayat ini adalah bahwa ma’qil menikahkan saudara perempuannya
kemudian dicerai oleh suaminya kemudian mau menikah lagi (ruju’) tapi ditolak
oleh ma’qil dan dia tidak mau menjadi walinya ; dalam ayat ini wali punya hak
dalam pernikahan, ibnu hajar berkata : Ayat tersebut adalah dalil yang paling
jelas adanya wali ; Wali adalah syarat sah pernikahan karena akad nikah adalah
akad penting disebut dalam alqur’an namanya sebagai mitsaqan ghalidhon
(perjanjian besar) yang ini terjadi saat akad ijab qabul sehingga butuh banyak
pengetahuan tentang pernikahan, maslahah atau mudharatnya pernikahan, butuh
pertimbangan atau musyawarah tentang calon suami sehingga wanita itu
membutuhkan kepada seorang wali.
Kedua : disyaratkan pada wali itu mukallaf, islam,
baligh, berakal dan laki-laki, juga supaya orang yang berakal, berpikiran luas
yang mengetahui kemaslahatan pernikahan dan sama agamanya antara wali dan
wanita yang diwalikan; orang yang tidak mensifati sifat-sifat seperti ini tidak
berhak jadi wali, orang kafir tidak boleh jadi wali wanita muslimah ; ummu
habibah putri abu sufyan dinikahkan dengan rasul oleh abu sa’id bin ash, bukan
oleh abu sufyan karena dia belum masuk islam ; ibnu mundzir berkata dalam
al-ijma’ : mereka para ulama sepakat bahwa orang kafir tidak bisa menjadi wali
bagi wanita muslimah.
Ketiga : Wali itu kerabat laki-laki wanita yang terdekat
maka tidak boleh wali yang jauh menikahkan wanita dalam keadaan ada wali yang
lebih dekat ; urutan wali adalah : [1]. Ayah, kakek, kakeknya kakek keatas.
[2]. Anak, cucu terus ke bawah. [3]. Saudara laki-laki kandung wanita, saudara
seayah wanita, anak saudara sekandung. [4]. Paman, anak paman. [5]. Wala. [5].
Penguasa atau wali hakim ; itu adalah wilayah nikah, yang terdapat padanya
kasih sayang, semangat memperhatikan kemaslahatan wanita disyaratkan kerabat
yang terdekat untuk terwujudnya kemaslahatan dan dijauhkan kemudharatan ; Wali
jauh menikahkan wanita padahal ada wali dekat, ada ikhtilaf ulama, sebagian
ulama berpendapat : pernikahan dibatalkan, dan sebagian lain berpendapat :
membolehkan, dan sebagian lain lagi berpendapat : wali dekat membolehkan
(melangsungkan pernikahan) atau membatalkan ; ikhtilaf ini karena urutan
kerabat itu hukum syar’i hak Allah atau hukum wali.
Keempat : Ketika kita sudah mengetahui rusaknya pernikahan
tanpa wali maka seandainya ada pernikahan tanpa wali maka pernikahan tidak
dianggap nikah syar’i, pernikahan itu wajib dibatalkan dihadapan hakim atau
wajib ada talak dari suami karena pernikahannya diperselisihkan tentang sah
atau tidaknya ; perbedaan nikah batil dan nikah fasid : nikah batil adalah
pernikahan yang para ulama sepakat tidak sah seperti kakak beradik, kakak
laki-laki menikahi adik perempuan, orang menikah yang kelima dalam keadaan
masih punya istri, paman menikahi keponakannya ; nikah fasid seperti nikah
tanpa wali, nikah tanpa saksi.
Kelima : Apabila suami menggauli istri dalam nikah batil
atau fasid maka istri berhak mendapatkan mahrul misli : mahar yang sesuai atau
seimbang saudara-saudaranya wanita tersebut.
Keenam : Apabila tidak didapati wali dari kerabat wanita
atau dari wali-walinya maka penggantinya adalah penguasa atau imam, imam disini
adalah imam yang ditunjuk negara untuk mengurusi pernikahan, karena
sesungguhnya penguasa adalah wali orang yang tidak memiliki wali ; bila ada
seorang wali menyerahkan kewalian kepada orang lain itu boleh ; wali ada
ditempat yang jauh tidak mungkin kembali maka boleh pindah ke yang lebih jauh,
kalau tidak ada sama sekali baru pindah ke penguasa ; menikahkan lewat telepon
hukumnya tidak boleh kecuali kalau aman, tidak terjadi adanya penipuan, sudah
pasti betul itu walinya ; wali atau wakil tidak disyaratkan ijab dulu baru
qabul tapi boleh qabul dulu baru ijab, contohnya : ada seorang laki-laki ingin
menikahi seorang wanita putri fulan, dia berkata : tolong nikahkan saya dengan
putri kamu !!! bapak ini berkata : ya sudah saya nikahkan kamu dengan putri
saya ; dalam pernikahan : ‘ala kitabi wa sunnati rasulihi, disebutkan boleh dan
tidak disebutkan juga boleh ; ikhtilaf para ulama : wali itu syarat sah nikah
atau bukan ? jumhur ulama termasuk imam yang tiga, malik, syafi’i ahmad
menyatakan : wali itu syarat sah nikah, sebagian ulama seperti abu hanifah
menyatakan : wali itu bukan syarat sah nikah, dalilnya : nikah itu diqiyaskan
dengan jual beli kalau seorang wanita menjual barang miliknya maka boleh juga
dia menikahkan dirinya tanpa wali, tapi qiyas ini fasid atau batil karena
berlawanan dengan dalil alqur’an hadits dan syarat qiyas harus serupa antara dua
hukum qiyas dan yang diqiyasi, qiyas nikah dengan jual beli itu hukumnya
berbeda, jual beli bahasanya sederhana dan ringan akibatnya dan dalam nikah itu
kadang sebagai celaan bagi keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar