Kajian Kitabun Nikah yang diambil dari Kitab Bulughul
Maram min Adillatil Ahkam, Karya Imam Ibnu Hajar Al’Asqalani semoga Allah
merahmatinya : Kitab yang membahas seputar masalah Pernikahan sesuai syari’at
islam ; Tema : Tanda wanita menerima cinta seorang laki-laki dan kapan wali
boleh menikahkan wanita dengan calon suaminya ?.
|
@vidiokajiandakwahislampuribosspulsa/S=0011/klik.
|
Dalil hadits
tentang Tanda wanita menerima cinta seorang laki-laki dan kapan wali boleh
menikahkan wanita dengan calon suaminya ? adalah sebagai berikut :
|
[1012]-
وعن أبي هريرة رضي الله تعالى عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : لا تنكح
الأيم حتى تستامر ولا تنكح البكر حتى تستأذن ، قالوا : يا رسول الله ، وكيف إذنها
؟ قال : أن تسكت ؛ متفق عليه.
dan dari abu hurairah semoga Allah ta’ala meridhainya
bahwa rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : janda tidak
boleh dinikahi sampai dimintai izin (diajak musyawarah) dan gadis tidak boleh
dinikahi sampai dimintai izin, mereka (para sahabat) bertanya : dan bagaimana
izinnya gadis itu ? nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : izinnya
adalah diam ; hadits riwayat bukhari muslim.
[1013]- وعن ابن عباس أن النبي صلى الله عليه وسلم قال :
الثيب أحق بنفسها من وليها والبكر تستأمر وإذنها سكونها ؛ رواه مسلم ؛ وفي لفظ : ليس
للولي مع الثيب أمر واليتيمة تستأمر ؛ رواه أبو داود والنسائي وصححه ابن حبان.
dan dari ibnu abbas bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda : Janda itu lebih berhak terhadap dirinya dibandingkan
walinya dan gadis supaya dimintai izin (keputusannya) dan izinnya gadis itu
adalah diamnya dia ; hadits riwayat muslim ; dan dalam satu lafadz : Wali tidak
memiliki urusan bersama janda dan gadis yang sudah dewasa dimintai izin atau
keputusan (diajak musyawarah) ; hadits riwayat abu dawud dan annasai dan hadits
ini dishahihkan oleh ibnu hibban.
MAKNA LAFADZ HADITS :
Lafadz tusta’maru maknanya dimintai keputusan tentang
urusannya, dimintai keputusannya iya atau tidak ?, mau atau tidak ? bila dia
dinikahkan ; Lafadz al-ayyimu maknanya wanita yang telah hilang kegadisannya
karena hubungan suami istri ; Lafadz al-yatimatu makna asalnya adalah anak yang
kehilangan ayah sebelum baligh, al-yatimatu yang dimaksud disini adalah wanita
yang sudah baligh karena dia punya hak memilih sendiri calon suaminya tidak
dipaksa memilih antara mau atau tidak mau dinikahkan ; Wali adalah syarat sah
nikah, Apakah gadis atau janda, meski tidak muthlak keputusan pada wali, wali
tidak boleh menikahkan tanpa izin kepada mereka, wali tidak boleh memaksa tapi
harus dengan izin dan persetujuan mereka.
FAEDAH HADITS :
Pertama : Hadits ini sebagai dalil larangan menikahkan janda
sebelum dimintai izin atau keputusan, izinnya janda adalah dengan
terang-terangan maka dia akan menjawab dengan ucapan ‘iya atau tidak’ ; lafadz
la tunkahu adalah larangan shighot nafi’ (peniadaan) maka menjadilah akad nikah
yang kosong dari izin janda tersebut itu adalah batil nikahnya ; ibnu hajar
dalam fathul bari menyatakan : tertolaknya nikah apabila yang dinikahkan janda
tanpa ijinnya itu adalah ijma’ ; hadits bukhori dari khonsa’ bahwa ayahnya
menikahkannya dalam keadaan dia janda tapi dia tidak suka kemudian khonsa’
datang kepada nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau menolak
pernikahannya ; ibnu mundzir dalam kitab al-ijma’ menyatakan : para ulama
sepakat bahwa ayah menikahkan anaknya yang janda tanpa keridhoannya itu tidak
boleh.
Kedua : Larangan menikahkan gadis sebelum meminta izin
darinya dan menuntut untuk meminta izin kepadanya, menikahkan gadis tanpa izin
darinya maka pernikahannya batil ; Syarat akad nikah ada 4 (empat), yaitu :
[1]. Ada calon kedua mempelai. [2]. Calon suami istri harus ridho. [3]. Ada
wali. [4]. Ada saksi. ; Meminta izin gadis supaya dia mengetahui perkara
pernikahan, bisa membedakan suami yang sholeh atau tidak sholeh dan mengerti
kemaslahatan dirinya.
Ketiga : Bahwa wanita yang belum dewasa tidak perlu
dimintai keputusan atau izin karena tidak ada faedahnya ; Meminta izin tidak
lain untuk orang yang berhak meminta izin, hadits ini khusus untuk wanita yang
sudah baligh ; syaikhul islam menyatakan : yang shahih atau benar adanya ijbar
atau paksaan atau tidak perlu meminta izin adalah untuk anak kecil dan gadis
yang sudah dewasa tidak boleh ada seorangpun memaksa dia untuk menikah, Adapun
menjadikan wanita yang sudah dewasa boleh dipaksa menyelisihi dasar-dasar islam
; bila yang sekufu itu boleh tidak meminta izin seperti abu bakar menikahkan
aisyah dengan rasul, dia umurnya 6 tahun ; imam syafi’i berkata : orang tua
supaya tidak menikahkan anaknya sampai dia baligh supaya anaknya bisa memilih
karena itu adalah hak dia, bila tanpa izin tidak sah akadnya ; Hadits : Seorang
gadis dinikahkan tanpa izin maka nikahnya tidak sah ; hadits jabir : bahwa ada
seorang laki-laki menikahkan putrinya dan putrinya adalah gadis, dia dinikahkan
tanpa izin (keputusannya) maka putrinya datang kepada nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam kemudian beliau memisahkan keduanya.
Keempat : izinnya gadis untuk menikah itu cukup dengan
diam, karena pada umumnya gadis itu malu untuk bicara, yang lebih baik supaya
memberikan batas waktu untuk memperoleh kecocokannya dia yang diketahui dengan
batas waktu itu, setelah habis batas waktunya dia ridho, diamnya dimungkinkan
masih bingung dan untuk menolak biasanya terang-terangan dan tidak malu
ngomongnya, seperti ucapan : saya masih kecil, saya masih kepengin belajar dan
lainnya ; syaikh ali bassam dalam kitabnya taudhihul ahkam, saya katakan : izinnya
gadis itu diam pada generasi yang lalu dan sekarang anak-anak sudah punya
pendapat sendiri tentang suami-suami mereka, Adakalanya sekarang bisa terbalik
: menolak itu diam tapi setuju itu bicara, bila diam dianggap setuju kalau
ngomong lebih setuju lagi ; Jumhur ulama menyatakan : kalau andai gadis
mengucapkan iya, saya mau maka ini bukan keraguan maka ini adalah izin dan
keridhoan darinya ; imam muslim meriwayatkan : izinnya gadis adalah diamnya
dia, ini memberi isyarat bolehnya diam atau bicara ; bila gadis tertawa atau
senyum menunjukan cocok pada umumnya tapi tidak selalu seperti itu tapi lihat
qorinahnya atau indikasinya ; bila gadis menangis mayoritasnya tidak mau tapi
tidak selalu maka lihat qorinahnya karena gadis itu mengharapkan apa yang
dihatinya, kemudian banyak yang melamarnya tapi dia menolaknya, setelah orang
yang ada dihatinya datang melamar dia menanggis, menunjukan setuju.
Kelima : Seorang wali tidak cukup didalam meminta
keputusan kepada janda dan meminta izin kepada gadis dengan hanya
memberitahukan tentang pernikahan dan nama calon suami, bahkan harus
memberitahukan kepada janda atau gadis tentang calon suami dengan pemberitahuan
yang sempurna, baik akhlaqnya, agamanya, umurnya, ketampanannya, nasabnya,
kekayaannya dan pekerjaannya dan selain itu dari perkara-perkara yang
mengandung kemaslahatan bagi wanita yang akan dinikahkan, yang membawa
kecintaan atau sebaliknya menambah berpaling darinya.
Keeenam : Berkata syaikhul islam : Barangsiapa (maksudnya
kaum wanita) yang dia punya wali dari sisi nasab maka wali boleh menikahkan
dengan izinnya dan tidak butuh kepada hakim dengan kesepakatan para ulama ;
sedang wanita yang tidak memiliki wali, bisa jadi semuanya tidak ada yang islam
atau tidak punya kerabat yang menjadi wali maka yang menikahkannya adalah
penguasa atau pengganti dari hakim, penguasa suku atau kepala daerah ; ucapan
syaikhul islam : tidak ada hak bagi kedua orang tua untuk mengharuskan atau memaksa
anaknya menikah dengan orang yang tidak dia kehendaki dan jika anak itu
menolak, tidak termasuk durhaka kalau tidak menuruti ; sebagaimana anak dipaksa
makan roti, padahal dia tidak suka, ini tidak boleh, karena itu termasuk dari
hak anak ; Mengambil atau mengangkat saksi terhadap izinnya wanita itu tidak
termasuk syarat sah nikah menurut mayoritas ulama.
Ketujuh : Wali adalah syarat dari syarat-syarat sah akad
nikah menurut pendapat yang shohih, bila wali tidak ada nikahnya fasid, wanita
itu pandangannya pendek sehingga butuh adanya wali yang mengetahui kemaslahatan
yang lebih jauh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar